Paris - International Energy Agency (IEA) meminta kepada Organisasi Negara Penghasil Minyak (OPEC) untuk bersikap fleksibel terhadap kuota produksi minyak dengan krisis politik yang terjadi di Mesir.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekurif, Nobuo Tanaka menanggapi kenaikan harga minyak karena krisis politik yang terjadi di Mesir. "Jika harga minyak akan bertahan terus mendekati US$100 per barel selama setahun ini, maka beban ekonomi global semakin berat. IEA tidak meminta negara OPEC menaikkan kuota produksi tahun ini tetapi harus fleksibel dengan produksi jika perintaan dunia naik," katanya seperti dikutip dari finance.yahoo.com.
Harga minyak yang tinggi akan menjadi beban dan mengancam pertumbuhan ekonomi negara berkembang, China, India dan Afrika. Walaupun pada hari Kamis harga minyak dunia turun ke US$90 per barel setelah dolar AS naik terdorong data ekonomi yang positif.
"Permintaan minyak akan naik lagi. Dalam pasar yang tertekan sebuah gangguan kecil akan dapat menaikkan harga. Ekonomi global sudah mulai pulih jadi sangat merugikan bagi pemulihan ekonomi," tegasnya. Prospek minyak IEA pada tahun ini untuk pasokan mencapai 88,1 barel per hari dengan permintaan 88,9 barel.
Mesir hanya memproduksi minyak mentah sepersepuluh dari produksi Arab Saudi. Namun Mesir mengontrol terusan Suez sehingga meresahkan pasar gobal. Sebab krisis politik dapat menjalar dari kerusuhan dan menutup terusan Suez. Ini akan mengganggu distribusi minyak utama dan produk komoditi utama lainnya. Apalagi setiap hari lebih dari 3 juta barel minyak mentah melewati terusan Suez.
Dalam sebuah laporan hasil pertemuan IEA di Mesir, telah melakukan pengelanan Very Large Crude Carriers (VLCCs) untuk mengurangi ketergantungan terhadap Terusan Suez. Minyak mentah dari Timur Tengah tidak akan melalui terusan Suez untuk pengiriman Eropa dan AS. Rencananya hanya satu persen saja minyak mentah akan melewati Mesir.
sumber Inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar